|

Bacaan Sumber Pengetahuan

Oleh DR. Akmaliyah, M.Ag

Ayat pertama yang diturunkan pada Nabi Muhammad Saw. di Gua Hira adalah perintah membaca, yaitu tiga ayat pertama dari surat al ‘Alaq. “Bacalah (hai Muhammad) dengan menyebut nama Tuhanmu”. Ayat pertama cukup dengan memerintahkan dengan satu kata atau kegiatan yang bersifat umum, yaitu perintah membaca.

Mengapa ayat pertama yang turun adalah tentang perintah membaca? Seberapa penting membaca bagi kehidupan umat manusia? Lalu, bacaan seperti apa yang bermanfaat bagi kehidupan manusia itu?

Perintah Membaca

Ayat yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah tentang perintah membaca. Hal itu karena begitu pentingnya kegiatan membaca bagi peningkatan pengetahuan manusia. Melalui membaca kita dapat menyerap informasi dari berbagai belahan bumi dengan cepat dan hemat (efektif dan efisien).

Tanpa harus mendatangi tempat tertentu untuk mengetahui informasi yang ada di dalamnya, kita sudah mendapatkan informasi itu melalui buku bacaan, majalah, surat kabar dan media informasi lainnya. Tanpa biaya yang terlalu besar dan mahal, tanpa harus menyita waktu yang cukup banyak, kita sudah mendapatkan informasi yang berharga melalui bacaan.

Makna kata bacaan secara etimologis adalah sesuatu yang dapat dibaca (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 71). Secara terminologis bacaan dapat diartikan sebagai suatu hal yang memberikan informasi, baik itu yang dapat dibaca melalui tulisan, ditangkap informasinya dengan indera mata, atau informasi lisan yang dapat didengarkan, informasi gerak tubuh atau kejadian alam yang dapat ditangkap dengan pikiran/renungan, informasi sentuhan yang dapat diterima oleh indera kulit dan pengecap, atau bacaan yang akan memberikan informasi bagi ketenangan batin kita, seperti dzikrullah, macam-macam dzikrullah seperti membaca al Qur’an, salat, zikir menyebut asma Allah dan sebagainya, baik secara lisan (dzahir) maupun dalam hati (sirri).

Dari semua jenis bacaan di atas pada dasarnya dapat dibagi dua, yaitu bacaan yang mereproduksi dan mengekspresikan kehebatan karya manusia, bacaan itu dapat berupa buku, majalah, radio, televisi dan sebagainya. Ada pula bacaan yang secara terang-terangan mereproduksi dan mengekspresikan kehebatan Allah Swt. seperti bacaan tentang peristiwa alam, fisik manusia, zikir untuk asma Allah, bacaan al Qur’an dan lainnya.

Dari kedua jenis bacaan itu sebenarnya muara akhir tujuan bacaan itu adalah keagungan Allah Swt. Karena ekspresi dan reproduksi kehebatan manusia juga tidak terlepas dari kehebatan Allah Swt. Maka pada dasarnya kehebatan manusia yang ditampilkan itu sebenarnya juga mengekspresikan kehebatan-Nya. Disinilah manusia menempatkan poisisi dirinya sebagai pengganti Allah (khalifah Allah). Manusia diperintahkan membaca agar manusia mengetahui kehebatan-Nya dan akhirnya menempatkan posisinya sebagai hamba Allah (‘Abdullah).

Sumber Pengetahuan
Menurut al Ghazali pengetahuan yang dimiliki manusia itu ibarat air dalam kolam, jika manusia ingin menambah pengetahuannya, sebenarnya dapat menggali kolamnya lebih dalam, agar air dalam kolam itu jernih, karena air yang ada berasal dari sumbernya. Pengetahuan yang digali dari kolam ini adalah merupakan tambahan pengetahaun yang diberikan Allah Swt. secara gratis yang tidak diupayakan oleh manusia itu sendiri (’ilmun ghairu muktasab), ilmu itu dapat berupa ilham atau petunjuk dari Allah Swt.

Ilmu pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara membaca asma Allah secara teratur (dalam ilmu tasawuf dikenal dengan upaya riyadhah). Sedangkan ilmu yang diupayakan manusia (’ilmun muktasab) itu ibarat air yang mengalir dari luar kolam, yang mungkin saja air itu tidak jernih adanya. Ilmu itu diperoleh dengan cara membaca karya-karya manusia lainnya, menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh dan berguru pada yang ahli. Dengan kesungguhan mencari ilmu pengetahuan itu maka pengetahuan manusia akan bertambah.

Tetapi pada dasarnya, ’ilmun muktasab dan ghairu muktasab yang telah disebutkan di atas pada dasarnya tetap dilakukan melalui usaha keras dan bukan barang gratis yang diberikan Allah Swt. tanpa upaya dan kesungguhan manusia. ’Ilmun ghairu muktasab pun diperoleh pada saat manusia bersungguh-sungguh dan sebanyak-banyaknya membaca asma-Nya. Bahkan harus melalui tahapan-tahapan tertentu bila perlu, agar bacaan itu lebih terarah dan bermakna.

Jadi akan menjadi lebih seimbang jika upaya ’ilmun muktasab dan ghairu muktasab tadi diupayakan bersama-sama, hal itu akan membuat air kolam akan semakin banyak dan air jernih lebih bisa mengimbangi keumngkinan air keruh yang masuk ke dalam kolam itu. Pengetahuan yang diterima dari manusia di luar dirinya akan dibentengi dengan pengetahuan (petunjuk) yang diberikan Allah Swt. kepadanya.

Dengan keseimbangan ini bacaan itu menjadi lebih beragam, bacaan juga menjadi jelas arah dan maknanya karena bacaan yang dibaca itu dimaksudkan untuk meraih pengetahuan dan kebenaran yang semata-mata itu semua berasal dari-Nya. Upaya membaca itu diperuntukkan mencapai pengetahuan bahwa kita mempunyai dua tugas penting di dunia ini (khalifatullah dan ‘abdullah).

Untuk merealisaikan dua tugas penting itu kita memerlukan pengetahuan yang banyak, agar tugas dapat dilaksanakan secara (mendekati) sempurna. Dalam The Cultural Atlas of Islam disebutkan bahwa, “Islam identified it self with knowledge. It made knowledge its condition as well as its goal”. (Islam mengidentifikasi dirinya dengan ilmu. Bagi Islam, ilmu adalah syarat sekaligus tujuan dari agama itu). (Ismail Raji al-faruqi dan Lois Lamya’ al-Faruqi: 1986: 230).

(Penulis, Dosen Fakultas Adab Universitas Islam Negeri [UIN] Sunan Gunung Djati Bandung, Aktivis PW 'Aisyiyah Jawa Barat)

Dipublikasikan Kabar Muhammadiyah Pukul: 10:53 pm. Pada Kategori: . . Silakan Berkomentar

0 comments for "Bacaan Sumber Pengetahuan"

Leave a reply

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added